Sabtu, 11 Februari 2012


10. Masjid Baitul Mukarram, Dhaka, Bangladesh




9. Masjid Faisal , Islamabad, Pakistan
  
8. Sultan Mosque, Singapore

7. Baiturrahman, Banda Aceh, Indonesia

6. Taj’ul Masjid, Bhopal, India
  
5. Omar Ali Saifuddin, Brunei
  
4. Zahir Mosque, Kedah, Malaysia
  
3. Masjid Al Aqsa, Jerusalem, Palestine
  
2. Masjid Al Nabawi, Madina, Saudi Arabia
  
1. Masjid Al Haram, Makkahm, Saudi Arabia



Bermula ketika Jenderal M. Jusuf menunaikan Ibadah haji tahun 1984.tiba-tiba beliau mendapat ilham untuk membangun sebuah Masjid besar dan megah di kota Makassar (waktu itu masih bernama Ujung Pandang). Sebagian dari ilhamnya muncul ketika melihat masjidil haram di mekkah dan Masjid nabawi di madinah.
Ide untuk membangun sebuah masjid besar di Makassar makin mengkristal. Setiap bertemu dengan orang-orang yang berasal dari Sulawesi Selatan antara lain Jusuf Kalla, Tanri Abeng serta Ulama kenamaan Nurcholis Madjid. Mereka mulai mendiskusikan pendirian masjid besar tersebut.


M. Jusuf merasa lebih comfortable menceritakan keinginannya itu setelah berhenti jadi ketua Bepeka. Jusuf takut bertindak ketika menduduki suatu jabatan karena kemungkinan conflict of interestantara jabatan yang diemban dengan tujuan sosial yang ingin ia lakukan.

Pada tahun awal tahun 1990 kampus Unhas Baraya di pindahkan ke Tamalanrea, secara kebetulan areal seluas 10 hektar di baraya kosong, maka ide Jusuf untuk membangun masjid besar itu akan segera terwujud.
Pada bulan puasa tepatnya pada tanggal 3 maret 1994. Jusuf mengundang sejumlah menteri kabinet pembagunan dan pengusaha nasional di Wisma Yani, Jl. Taman Suropati, Jakarta Pusat. Untuk memdiskusikan mengenai pembagunan masjid besar di Makassar tersebut.

Tidak sekedar omongan saja, Jusuf bertindak cepat. Banyak sekali sumbangan anonim dari sejumlah konglomerat ditampungnya dan dpirgunakan secepat mungkin.
Pada tanggal 8 Mei 1994 dilakukan pemancangan tiang pertama Masjid Al Markaz Al Islami. Arsitek yang merancang masjid Al Markaz Al Islami adalah Ir. Achmad Noe’man.

Yang membuat khasmasji ini adalah detail ornamen sebagian berasal dari wilayah Sulawesi Selatan. Napas dari Masjid Nabawi, Madinah mengilhami pembangunan menara tunggalnya yang tingginya 90 meter. Ruangan utama masjid diterangi oleh lampu-lampu kristal yang megah yang didatangkan dari Cekoslovakia.
Pada tanggal 12 Januari 1996 Masjid Al markaz Al Islami di resmikan  yang dihadiri 15 menteri dan sejumlah mantan pejabat. masjid terbesar di Makassar bahkan di kawasan Timur Indonesia ini kini berdiri megah.***



Mandi adalah aktivitas yang selalu dibutuhkan oleh manusia. Mandi memberikan perasaan bersih dan percaya diri. Dalam tuntunan Rasulullah SAW, ada 2 jenis mandi, yaitu mandi yang diwajibkan dan mandi yang disunnahkan. Dalam posting ini akan dijelaskan mengenai mandi yang diwajibkan.
Mandi wajib dilakukan jika terjadi hal-hal di bawah ini:
1.    Keluarnya mani dengan syahwat. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa mandi diwajibkan hanya jika keluarnya mani secara memancar dan terasa nikmat ketika mani itu keluar. Jadi jika keluarnya karena kedinginan atau sakit, tidak ada kewajiban mandi. Tapi biar aman, tetap mandi saja :-D
2.    Jika bangun tidur dan mendapati keluarnya mani. Ulama berpendapat bahwa selama kita bangun dan mendapati adanya mani, maka kita wajib mandi, walaupun kita tidak sadar atau lupa telah mimpi basah  atau tidak :-)
3.    Setelah bertemunya dua kemaluan walaupun tidak keluar mani.
4.    Setelah berhentinya darah haidth dan nifas.
5.    Ketika orang kafir masuk islam.
6.    Ketika seorang muslim meninggal dunia. Tentu saja yang memandikannya adalah yang orang yang masih hidup :-) Mayat muslim wajib dimandikan kecuali jika ia meninggal karena gugur di medan perang ketika berhadapan dengan orang kafir.
7.    Ketika bayi meninggal karena keguguran dan sudah memiliki ruh.
Cara-cara mandi wajib (atau disebut juga mandi junub atau janabah) yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1.    Berniat mandi wajib dan membaca basmalah.
2.    Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak 3 kali
3.    Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri
4.    Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan menggosokkan tangan ke tanah atau dengan menggunakan sabun
5.    Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak shalat
6.    Mengguyur air pada kepala sebanyak 3 kali hingga sampai ke pangkal rambut
7.    Mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala bagian kiri
8.    Menyela-nyela (menyilang-nyilang) rambut dengan jari
9.    Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan, lalu kiri.
Mudah kan? :-) Nah, untuk wanita, ada beberapa tambahan sebagai berikut:
1.    Menggunakan sabun dan pembersih lainnya beserta air
2.    Melepas kepang rambut agar air mengenai pangkal rambut
3.    Ketika mandi setelah masa haidh, seorang wanita disunnahkan membawa kapas atau potongan kain untuk mengusap tempat keluarnya darah untuk menghilangkan sisa-sisanya.
4.    Ketika mandi setelah masa haidh, disunnahkan juga mengusap bekas darah pada kemaluan setelah mandi dengan minyak misk atau parfum lainnya. Hal ini dengan tujuan untuk menghilangkan bau yang tidak enak karena bekas darah haidh
Tambahan lain mengenai mandi wajib yang sering ditanyakan:
1.    Jika seseorang sudah berniat untuk mandi wajib, lalu ia mengguyur seluruh badannya dengan air, maka setelah mandi ia tidak perlu berwudhu lagi, apalagi jika sebelum mandi ia sudah berwudhu.
2.    Setelah mandi wajib, diperbolehkan mengeringkan tubuh dengan kain atau handuk
3.    Berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah sunnah menurut mayoritas ulama.
Wallahu’alam bisshawab :-)
alhamdulillahirabbilalamin
Referensi:
1.    “Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)
2.    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa’: 43)
3.    “Sesungguhnya (mandi) dengan air disebabkan karena keluarnya air (mani).” (HR. Muslim no. 343)
4.    Dari Aisyah RA, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang mendapatkan dirinya basah sementara dia tidak ingat telah mimpi, beliau menjawab, “Dia wajib mandi”. Dan beliau juga ditanya tentang seorang laki-laki yang bermimpi tetapi tidak mendapatkan dirinya basah, beliau menjawab: “Dia tidak wajib mandi”.” (HR. Abu Daud no. 236, At Tirmidzi no. 113, Ahmad 6/256. Dalam hadits ini semua perowinya shahih kecuali Abdullah Al Umari yang mendapat kritikan[6]. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
5.    “Ummu Sulaim (istri dari Abu Tholhah) datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah bagi wanita wajib mandi jika ia bermimpi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, jika dia melihat air.” (HR. Bukhari no. 282 dan Muslim no. 313)
6.    “Jika seseorang duduk di antara empat anggota badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi istrinya , pen), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi.” (HR. Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)
7.    Dari Aisyah RA, “Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya namun tidak sampai keluar air mani. Apakah keduanya wajib mandi? Sedangkan Aisyah ketika itu sedang duduk di samping, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku sendiri pernah bersetubuh dengan wanita ini (yang dimaksud adalah Aisyah, pen) namun tidak keluar mani, kemudian kami pun mandi.” (HR. Muslim no. 350)
8.    Dari Qois bin ‘Ashim radhiyallahu ‘anhu, “Beliau masuk Islam, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun sidr (daun bidara).” (HR. An Nasai no. 188, At Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
9.    “Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian).” (HR. Bukhari no. 1253 dan Muslim no. 939)
10. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata, “Jika bayi karena keguguran tersebut sudah memiliki ruh, maka ia dimandikan, dikafani dan disholati. Namun jika ia belum memiliki ruh, maka tidak dilakukan demikian. Waktu ditiupkannya ruh adalah jika kandungannya telah mencapai empat bulan, sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
11. “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
12. “Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
13. Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
14. “Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
15. “Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
16. Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
17. Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)
18. An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi orang yang beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai, hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu atau semacam sabun, atau hendaklah ia menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan kotoran yang ada.”
19. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh badan tanpa didahului dengan berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al ghuslu).”
20. Dari Aisyah RA, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.” (HR. Bukhari no. 272)
21. Dari Aisyah RA, “Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil air dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu mengambil air dengan tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu kembali mengambil air dengan tangannya yang lain dan menyiramkannya ke bagian tubuh sebelah kiri.” (HR. Bukhari no. 277)
22. Dari Aisyah RA, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).”  (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
23. Dalam hadits Ummu Salamah, “Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
24. Dari Aisyah RA, “Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh. Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’ berkata, “Bagaimana dia dikatakan suci dengannya?” Beliau bersabda, “Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.” Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas darah haidh yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, maka beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu mengambil air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.” (HR. Bukhari no. 314 dan Muslim no. 332)
25. Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berwudhu setelah selesai mandi.” (HR. Tirmidzi no. 107, An Nasai no. 252, Ibnu Majah no. 579, Ahmad 6/68. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
26. Dari Ibnu ‘Umar, Beliau ditanya mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau menjawab, “Lantas wudhu yang mana lagi yang lebih besar dari mandi?” (HR. Ibnu Abi Syaibah secara marfu’ dan mauquf
27. Dalam hadits Maimunah, “Lalu aku sodorkan kain (sebagai pengering) tetapi beliau tidak mengambilnya, lalu beliau pergi dengan mengeringkan air dari badannya dengan tangannya” (HR. Bukhari no. 276)

Sumber:http://cara-muhammad.com/perilaku/cara-mandi-wajib-rasulullah-saw/


E
ra penggunaan logam di wilayah nusantara diperkirakan sekitar tahun 500 SM, yaitu sejak masuknya kebudayaan perunggu dari wilayah Indocina ke kawasan nusantara. Kebudayaan perunggu tersebut dikenal sebagai kebudayaan Dongson yang berpusat di propinsi Yunan, Indocina.
Teknik pengolahan barang-barang perunggu dilakukan dengan teknik pengecoran menggunakan dua keping cetakan dari batu. Teknik pengecoran tersebut dapat dilakukan secara berkali-kali. Selain itu dikenal pula teknik pengecoran dengan sejenis tanah liat yang dilapisi lilin (a cire perdue) yang akan mencair setelah perunggu cair dituangkan kedalamnya.
  • Kapak Corong

Awalnya menyerupai kapak batu yang terbuat dari tembaga dan di bagian belakangnya berbentuk sirip ikan. Lalu berkembang kapak dari perunggu. Kapak ini berfungsi sebagai alat pendukung acara ritual sehingga dilengkapi ragam hias yang unik.
  • Candrasa

Sejenis kapak panjang yang terbuat logam. Jenis kapak ini dilihat dari bentuknya bukanlah peralatan fungsional untuk membelah tetapi lebih sebagai kapak hiasan pelengkap upacara ritual zaman nenek moyang. Candrasa ada yang berbentuk kapak dengan hiasan ornament dan ada pula yang berbentuk seperti ‘pedang’ memanjang.

  • Nekara

Nekara adalah genderang besar berbentuk drum yang dihiasi oleh ragam tumbuhan, burung merak, gajah,  katak dan ragam geometris. Fungsi nekara adalah sebagai alat tetabuhan pada upacara-upacara ritual nenek moyang.
  • Topeng Emas

Topeng yang terbuat dari emas diperkirakan dibuat pada tahun 500 SM. Meskipun tanpa ornament, hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan Jawa kuno telah mengenal emas sebagai perhiasan atau peralatan upacara.
  • Bejana

Bejana atau wadah dari logam di wilayah nusantara diperkirakan telah ada sejak zaman neolitikum (sekitar 2000 SM) serta Zaman perunggu (sekitar 500 SM). Banyak di antaranya dipengaruhi oleh kebudayaan Dongson. (rm)